Wednesday, November 23, 2016

Cerita Rakyat Riau Sumatera

Jaman dahulu kala di sebuah desa tinggal sebuah keluarga yang terdiri dari Ayah, Ibu dan seorang gadis remaja yang cantik bernama bawang putih. Mereka adalah keluarga yang bahagia. Meski ayah bawang putih hanya pedagang biasa, namun mereka hidup rukun dan damai. Namun suatu hari ibu bawang putih sakit keras dan akhirnya meninggal dunia. Bawang putih sangat berduka demikian pula ayahnya.

Di desa itu tinggal pula seorang janda yang memiliki anak bernama Bawang Merah. Semenjak ibu Bawang putih meninggal, ibu Bawang merah sering berkunjung ke rumah Bawang putih. Dia sering membawakan makanan, membantu bawang putih membereskan rumah atau hanya menemani Bawang Putih dan ayahnya mengobrol. Akhirnya ayah Bawang putih berpikir bahwa mungkin lebih baik kalau ia menikah saja dengan ibu Bawang merah, supaya Bawang putih tidak kesepian lagi.

Dengan pertimbangan dari bawang putih, maka ayah Bawang putih menikah dengan ibu bawang merah. Awalnya ibu bawang merah dan bawang merah sangat baik kepada bawang putih. Namun lama kelamaan sifat asli mereka mulai kelihatan. Mereka kerap memarahi bawang putih dan memberinya pekerjaan berat jika ayah Bawang Putih sedang pergi berdagang. Bawang putih harus mengerjakan semua pekerjaan rumah, sementara Bawang merah dan ibunya hanya duduk-duduk saja. Tentu saja ayah Bawang putih tidak mengetahuinya, karena Bawang putih tidak pernah menceritakannya.

Suatu hari ayah Bawang putih jatuh sakit dan kemudian meninggal dunia. Sejak saat itu Bawang merah dan ibunya semakin berkuasa dan semena-mena terhadap Bawang putih. Bawang putih hampir tidak pernah beristirahat. Dia sudah harus bangun sebelum subuh, untuk mempersiapkan air mandi dan sarapan bagi Bawang merah dan ibunya. Kemudian dia harus memberi makan ternak, menyirami kebun dan mencuci baju ke sungai. Lalu dia masih harus menyetrika, membereskan rumah, dan masih banyak pekerjaan lainnya. Namun Bawang putih selalu melakukan pekerjaannya dengan gembira, karena dia berharap suatu saat ibu tirinya akan mencintainya seperti anak kandungnya sendiri.

Pagi ini seperti biasa Bawang putih membawa bakul berisi pakaian yang akan dicucinya di sungai. Dengan bernyanyi kecil dia menyusuri jalan setapak di pinggir hutan kecil yang biasa dilaluinya. Hari itu cuaca sangat cerah. Bawang putih segera mencuci semua pakaian kotor yang dibawanya. Saking terlalu asyiknya, Bawang putih tidak menyadari bahwasalah satu baju telah hanyut terbawa arus. Celakanya baju yang hanyut adalah baju kesayangan ibu tirinya. Ketika menyadari hal itu, baju ibu tirinya telah hanyut terlalu jauh. Bawang putih mencoba menyusuri sungai untuk mencarinya, namun tidak berhasil menemukannya. Dengan putus asa dia kembali ke rumah dan menceritakannya kepada ibunya.

“Dasar ceroboh!” bentak ibu tirinya. “Aku tidak mau tahu, pokoknya kamu harus mencari baju itu! Dan jangan berani pulang ke rumah kalau kau belum menemukannya. Mengerti?”

Bawang putih terpaksa menuruti keinginan ibun tirinya. Dia segera menyusuri sungai tempatnya mencuci tadi. Mataharisudah mulai meninggi, namun Bawang putih belum juga menemukan baju ibunya. Dia memasang matanya, dengan teliti diperiksanya setiap juluran akar yang menjorok ke sungai, siapa tahu baju ibunya tersangkut disana. Setelah jauh melangkah dan matahari sudah condong ke barat, Bawang putih melihat seorang penggembala yang sedang memandikan kerbaunya. Maka Bawang putih bertanya: “Wahai paman yang baik, apakah paman melihat baju merah yang hanyut lewat sini? Karena saya harus menemukan dan membawanya pulang.” “Ya tadi saya lihat nak. Kalau kamu mengejarnya cepat-cepat, mungkin kau bisa mengejarnya,” kata paman itu.

“Baiklah paman, terima kasih!” kata Bawang putih dan segera berlari kembali menyusuri. Hari sudah mulai gelap, Bawang putih sudah mulai putus asa. Sebentar lagi malam akan tiba, dan Bawang putih. Dari kejauhan tampak cahaya lampu yang berasal dari sebuah gubuk di tepi sungai. Bawang putih segera menghampiri rumah itu dan mengetuknya.
“Permisi…!” kata Bawang putih. Seorang perempuan tua membuka pintu.
“Siapa kamu nak?” tanya nenek itu.

“Saya Bawang putih nek. Tadi saya sedang mencari baju ibu saya yang hanyut. Dan sekarang kemalaman. Bolehkah saya tinggal di sini malam ini?” tanya Bawang putih.
“Boleh nak. Apakah baju yang kau cari berwarna merah?” tanya nenek.
“Ya nek. Apa…nenek menemukannya?” tanya Bawang putih.

“Ya. Tadi baju itu tersangkut di depan rumahku. Sayang, padahal aku menyukai baju itu,” kata nenek. “Baiklah aku akan mengembalikannya, tapi kau harus menemaniku dulu disini selama seminggu. Sudah lama aku tidak mengobrol dengan siapapun, bagaimana?” pinta nenek.Bawang putih berpikir sejenak. Nenek itu kelihatan kesepian. Bawang putih pun merasa iba. “Baiklah nek, saya akan menemani nenek selama seminggu, asal nenek tidak bosan saja denganku,” kata Bawang putih dengan tersenyum.

Selama seminggu Bawang putih tinggal dengan nenek tersebut. Setiap hari Bawang putih membantu mengerjakan pekerjaan rumah nenek. Tentu saja nenek itu merasa senang. Hingga akhirnya genap sudah seminggu, nenek pun memanggil bawang putih.
“Nak, sudah seminggu kau tinggal di sini. Dan aku senang karena kau anak yang rajin dan berbakti. Untuk itu sesuai janjiku kau boleh membawa baju ibumu pulang. Dan satu lagi, kau boleh memilih satu dari dua labu kuning ini sebagai hadiah!” kata nenek.
Mulanya Bawang putih menolak diberi hadiah tapi nenek tetap memaksanya. Akhirnya Bawang putih memilih labu yang paling kecil. “Saya takut tidak kuat membawa yang besar,” katanya. Nenek pun tersenyum dan mengantarkan Bawang putih hingga depan rumah.

Sesampainya di rumah, Bawang putih menyerahkan baju merah milik ibu tirinya sementara dia pergi ke dapur untuk membelah labu kuningnya. Alangkah terkejutnya bawang putih ketika labu itu terbelah, didalamnya ternyata berisi emas permata yang sangat banyak. Dia berteriak saking gembiranya dan memberitahukan hal ajaib ini ke ibu tirinya dan bawang merah yang dengan serakah langsun merebut emas dan permata tersebut. Mereka memaksa bawang putih untuk menceritakan bagaimana dia bisa mendapatkan hadiah tersebut. Bawang putih pun menceritakan dengan sejujurnya.

Mendengar cerita bawang putih, bawang merah dan ibunya berencana untuk melakukan hal yang sama tapi kali ini bawang merah yang akan melakukannya. Singkat kata akhirnya bawang merah sampai di rumah nenek tua di pinggir sungai tersebut. Seperti bawang putih, bawang merah pun diminta untuk menemaninya selama seminggu. Tidak seperti bawang putih yang rajin, selama seminggu itu bawang merah hanya bermalas-malasan. Kalaupun ada yang dikerjakan maka hasilnya tidak pernah bagus karena selalu dikerjakan dengan asal-asalan. Akhirnya setelah seminggu nenek itu membolehkan bawang merah untuk pergi. “Bukankah seharusnya nenek memberiku labu sebagai hadiah karena menemanimu selama seminggu?” tanya bawang merah. Nenek itu terpaksa menyuruh bawang merah memilih salah satu dari dua labu yang ditawarkan. Dengan cepat bawang merah mengambil labu yang besar dan tanpa mengucapkan terima kasih dia melenggang pergi.

Sesampainya di rumah bawang merah segera menemui ibunya dan dengan gembira memperlihatkan labu yang dibawanya. Karena takut bawang putih akan meminta bagian, mereka menyuruh bawang putih untuk pergi ke sungai. Lalu dengan tidak sabar mereka membelah labu tersebut. Tapi ternyata bukan emas permata yang keluar dari labu tersebut, melainkan binatang-binatang berbisa seperti ular, kalajengking, dan lain-lain. Binatang-binatang itu langsung menyerang bawang merah dan ibunya hingga tewas. Itulah balasan bagi orang yang serakah.

Cerita Legenda Kalimantan

Disebuah bukit yang jauh dari desa, didaerah Kalimantan hiduplah seorang janda miskin dan seorang anak gadisnya.

Anak gadis janda itu sangat cantik jelita. Namun sayang, ia mempunyai prilaku yang amat buruk. Gadis itu amat pemalas, tak pernah membantu ibunya melakukan pekerjaan-pekerjaan rumah. Kerjanya hanya bersolek setiap hari.

Selain pemalas, anak gadis itu sikapnya manja sekali. Segala permintaannya harus dituruti. Setiap kali ia meminta sesuatu kepada ibunya harus dikabulkan, tanpa memperdulikan keadaan ibunya yang miskin, setiap hari harus membanting tulang mencari sesuap nasi.

Pada suatu hari anak gadis itu diajak ibunya turun ke desa untuk berbelanja. Letak pasar desa itu amat jauh, sehingga mereka harus berjalan kaki yang cukup melelahkan. Anak gadis itu berjalan melenggang dengan memakai pakaian yang bagus dan bersolek agar orang dijalan yang melihatnya nanti akan mengagumi kecantikannya. Sementara ibunya berjalan dibelakang sambil membawa keranjang dengan pakaian sangat dekil. Karena mereka hidup ditempat terpencil, tak seorangpun mengetahui bahwa kedua perempuan yang berjalan itu adalah ibu dan anak.

Ketika mereka mulai memasuki desa, orang-orang desa memandangi mereka. Mereka begitu terpesona melihat kecantikan anak gadis itu, terutama para pemuda desa yang tak puas-puasnya memandang wajah gadis itu. Namun ketika melihat orang yang berjalan dibelakang gadis itu, sungguh kontras keadaannya. Hal itu membuat orang bertanya-tanya.

Di antara orang yang melihatnya itu, seorang pemuda mendekati dan bertanya kepada gadis itu, "Hai, gadis cantik. Apakah yang berjalan dibelakang itu ibumu?"
Namun, apa jawaban anak gadis itu ?
"Bukan," katanya dengan angkuh. "Ia adalah pembantuku !"
Kedua ibu dan anak itu kemudian meneruskan perjalanan. Tak seberapa jauh, mendekati lagi seorang pemuda dan bertanya kepada anak gadis itu.
"Hai, manis. Apakah yang berjalan dibelakangmu itu ibumu?"
"Bukan, bukan," jawab gadis itu dengan mendongakkan kepalanya. " Ia adalah budakk!"
Begitulah setiap gadis itu bertemu dengan seseorang disepanjang jalan yang menanyakan perihal ibunya, selalu jawabannya itu. Ibunya diperlakukan sebagai pembantu atau budaknya.

Pada mulanya mendengar jawaban putrinya yang durhaka jika ditanya orang, si ibu masih dapat menahan diri. Namun setelah berulang kali didengarnya jawabannya sama dan yang amat menyakitkan hati, akhirnya si ibu yang malang itu tak dapat menahan diri. Si ibu berdoa.

"Ya Tuhan, hamba tak kuat menahan hinaan ini. Anak kandung hamba begitu teganya memperlakukan diri hamba sedemikian rupa. Ya, tuhan hukumlah anak durhaka ini ! Hukumlah dia...."
Atas kekuasaan Tuhan Yang Maha Esa, perlahan-lahan tubuh gadis durhaka itu berubah menjadi batu. Perubahan itu dimulai dari kaki. Ketika perubahan itu telah mencapai setengah badan, anak gadis itu menangis memohon ampun kepada ibunya.

" Oh, Ibu..ibu..ampunilah saya, ampunilah kedurhakaan anakmu selama ini. Ibu...Ibu...ampunilah anakmu.." Anak gadis itu terus meratap dan menangis memohon kepada ibunya. Akan tetapi, semuanya telah terlambat. Seluruh tubuh gadis itu akhirnya berubah menjadi batu. Sekalipun menjadi batu, namun orang dapat melihat bahwa kedua matanya masih menitikkan air mata, seperti sedang menangis. Oleh karena itu, batu yang berasal dari gadis yang mendapat kutukan ibunya itu disebut " Batu Menangis ".

Demikianlah cerita berbentuk legenda ini, yang oleh masyarakat setempat dipercaya bahwa kisah itu benar-benar pernah terjadi. Barang siapa yang mendurhakai ibu kandung yang telah melahirkan dan membesarkannya, pasti perbuatan laknatnya itu akan mendapat hukuman dari Tuhan Yang Maha Kuasa.

Danau Toba

Di wilayah Sumatera hiduplah seorang petani yang sangat rajin bekerja. Ia hidup sendiri sebatang kara. Setiap hari ia bekerja menggarap lading dan mencari ikan dengan tidak mengenal lelah. Hal ini dilakukannya untuk memenuhi kebutuhannya sehari-hari.

Pada suatu hari petani tersebut pergi ke sungai di dekat tempat tinggalnya, ia bermaksud mencari ikan untuk lauknya hari ini. Dengan hanya berbekal sebuah kail, umpan dan tempat ikan, ia pun langsung menuju ke sungai. Setelah sesampainya di sungai, petani tersebut langsung melemparkan kailnya. Sambil menunggu kailnya dimakan ikan, petani tersebut berdoa,“Ya Alloh, semoga aku dapat ikan banyak hari ini”. Beberapa saat setelah berdoa, kail yang dilemparkannya tadi nampak bergoyang-goyang. Ia segera menarik kailnya. Petani tersebut sangat senang sekali, karena ikan yang didapatkannya sangat besar dan cantik sekali.

Setelah beberapa saat memandangi ikan hasil tangkapannya, petani itu sangat terkejut. Ternyata ikan yang ditangkapnya itu bisa berbicara. “Tolong aku jangan dimakan Pak!! Biarkan aku hidup”, teriak ikan itu. Tanpa banyak Tanya, ikan tangkapannya itu langsung dikembalikan ke dalam air lagi. Setelah mengembalikan ikan ke dalam air, petani itu bertambah terkejut, karena tiba-tiba ikan tersebut berubah menjadi seorang wanita yang sangat cantik.

“Jangan takut Pak, aku tidak akan menyakiti kamu”, kata si ikan. “Siapakah kamu ini? Bukankah kamu seekor ikan?, Tanya petani itu. “Aku adalah seorang putri yang dikutuk, karena melanggar aturan kerajaan”, jawab wanita itu. “Terimakasih engkau sudah membebaskan aku dari kutukan itu, dan sebagai imbalannya aku bersedia kau jadikan istri”, kata wanita itu. Petani itupun setuju. Maka jadilah mereka sebagai suami istri. Namun, ada satu janji yang telah disepakati, yaitu mereka tidak boleh menceritakan bahwa asal-usul Puteri dari seekor ikan. Jika janji itu dilanggar maka akan terjadi petaka dahsyat.

Setelah beberapa lama mereka menikah, akhirnya  kebahagiaan Petani dan istrinya bertambah, karena istri Petani melahirkan seorang bayi laki-laki. Anak mereka tumbuh menjadi anak yang sangat tampan dan kuat, tetapi ada kebiasaan yang membuat heran semua orang. Anak tersebut selalu merasa lapar, dan tidak pernah merasa kenyang. Semua jatah makanan dilahapnya tanpa sisa.

Hingga suatu hari anak petani tersebut mendapat tugas dari ibunya untuk mengantarkan makanan dan minuman ke sawah di mana ayahnya sedang bekerja. Tetapi tugasnya tidak dipenuhinya. Semua makanan yang seharusnya untuk ayahnya dilahap habis, dan setelah itu dia tertidur di sebuah gubug. Pak tani menunggu kedatangan anaknya, sambil menahan haus dan lapar. Karena tidak tahan menahan lapar, maka ia langsung pulang ke rumah. Di tengah perjalanan pulang, pak tani melihat anaknya sedang tidur di gubug. Petani tersebut langsung membangunkannya. “Hey, bangun!, teriak petani itu.

Setelah anaknya terbangun, petani itu langsung menanyakan makanannya. “Mana makanan buat ayah?”, Tanya petani. “Sudah habis kumakan”, jawab si anak. Dengan nada tinggi petani itu langsung memarahi anaknya. "Anak tidak tau diuntung ! Tak tahu diri! Dasar anak ikan!," umpat si Petani tanpa sadar telah mengucapkan kata pantangan dari istrinya.

Setelah petani mengucapkan kata-kata tersebut, seketika itu juga anak dan istrinya hilang lenyap tanpa bekas dan jejak. Dari bekas injakan kakinya, tiba-tiba menyemburlah air yang sangat deras. Air meluap sangat tinggi dan luas sehingga membentuk sebuah telaga. Dan akhirnya membentuk sebuah danau. Danau itu akhirnya dikenal dengan nama Danau Toba. 

Keong Mas

Alkisah pada jaman dahulu kala hiduplah seorang pemuda bernama Galoran. Ia termasuk orang yang disegani karena kekayaan dan pangkat orangtuanya. Namun Galoran sangatlah malas dan boros. Sehari-hari kerjanya hanya menghambur-hamburkan harta orangtuanya, bahkan pada waktu orang tuanya meninggal dunia ia semakin sering berfoya-foya. Karena itu lama kelamaan habislah harta orangtuanya. Walaupun demikian tidak membuat Galoran sadar juga, bahkan waktu dihabiskannya dengan hanya bermalas-malasan dan berjalan-jalan. Iba warga kampung melihatnya. Namun setiap kali ada yang menawarkan pekerjaan kepadanya, Galoran hanya makan dan tidur saja tanpa mau melakukan pekerjaan tersebut. Namun akhirnya galoran dipungut oleh seorang janda berkecukupan untuk dijadikan teman hidupnya. Hal ini membuat Galoran sangat senang ; "Pucuk dicinta ulam pun tiba", demikian pikir Galoran.

Janda tersebut mempunyai seorang anak perempuan yang sangat rajin dan pandai menenun, namanya Jambean. Begitu bagusnya tenunan Jambean sampai dikenal diseluruh dusun tersebut. Namun Galoran sangat membenci anak tirinya itu, karena seringkali Jambean menegurnya karena selalu bermalas-malasan.
Rasa benci Galoran sedemikian dalamnya, sampai tega merencanakan pembunuhan anak tirinya sendiri. Dengan tajam dia berkata pada istrinya : " Hai, Nyai, sungguh beraninya Jambean kepadaku. Beraninya ia menasehati orangtua! Patutkah itu ?" "Sabar, Kak. Jambean tidak bermaksud buruk terhadap kakak" bujuk istrinya itu. "Tahu aku mengapa ia berbuat kasar padaku, agar aku pergi meninggalkan rumah ini !" seru nya lagi sambil melototkan matanya. "Jangan begitu kak, Jambean hanya sekedar mengingatkan agar kakak mau bekerja" demikian usaha sang istri meredakan amarahnya. "Ah .. omong kosong. Pendeknya sekarang engkau harus memilih .. aku atau anakmu !" demikian Galoran mengancam.

Sedih hati ibu Jambean. Sang ibu menangis siang-malam karena bingung hatinya. Ratapnya : " Sampai hati bapakmu menyiksaku jambean. Jambean anakku, mari kemari nak" serunya lirih. "Sebentar mak, tinggal sedikit tenunanku" jawab Jambean. "Nah selesai sudah" serunya lagi. Langsung Jambean mendapatkan ibunya yang tengah bersedih. "Mengapa emak bersedih saja" tanyanya dengan iba. Maka diceritakanlah rencana bapak Jambean yang merencanakan akan membunuh Jambean. Dengan sedih Jambean pun berkata : " Sudahlah mak jangan bersedih, biarlah aku memenuhi keinginan bapak. Yang benar akhirnya akan bahagia mak". "Namun hanya satu pesanku mak, apabila aku sudah dibunuh ayah janganlah mayatku ditanam tapi buang saja ke bendungan" jawabnya lagi. Dengan sangat sedih sang ibu pun mengangguk-angguk. Akhirnya Jambean pun dibunuh oleh ayah tirinya, dan sesuai permintaan Jambean sang ibu membuang mayatnya di bendungan. Dengan ajaib batang tubuh dan kepala Jambean berubah menjadi udang dan siput, atau disebut juga dengan keong dalam bahasa Jawanya.

Tersebutlah di Desa Dadapan dua orang janda bersaudara bernama Mbok Rondo Sambega dan Mbok Rondo Sembadil. Kedua janda itu hidup dengan sangat melarat dan bermata pencaharian mengumpulkan kayu dan daun talas. Suatu hari kedua bersaudara tersebut pergi ke dekat bendungan untuk mencari daun talas. Sangat terpana mereka melihat udang dan siput yang berwarna kuning keemasan. "Alangkah indahnya udang dan siput ini" seru Mbok Rondo Sambega "Lihatlah betapa indahnya warna kulitnya, kuning keemasan. Ingin aku bisa memeliharanya" serunya lagi. "Yah sangat indah, kita bawa saja udang dan keong ini pulang" sahut Mbok Rondo Sembadil. Maka dipungutnya udang dan siput tersebut untuk dibawa pulang. Kemudian udang dan siput tersebut mereka taruh di dalam tempayan tanah liat di dapur. Sejak mereka memelihara udang dan siput emas tersebut kehidupan merekapun berubah. Terutama setiap sehabis pulang bekerja, didapur telah tersedia lauk pauk dan rumah menjadi sangat rapih dan bersih. Mbok Rondo Sambega dan Mbok Rondo Sembadil juga merasa keheranan dengan adanya hal tersebut. Sampai pada suatu hari mereka berencana untuk mencari tahu siapakah gerangan yang melakukan hal tersebut.

Suatu hari mereka seperti biasanya pergi untuk mencari kayu dan daun talas, mereka berpura-pura pergi dan kemudian setelah berjalan agak jauh mereka segera kembali menyelinap ke dapur. Dari dapur terdengar suara gemerisik, kedua bersaudara itu segera mengintip dan melihat seorang gadis cantik keluar dari tempayan tanah liat yang berisi udang dan Keong Emas peliharaan mereka. "tentu dia adalah jelmaan keong dan udang emas itu" bisik Mbok Rondo Sambega kepada Mbok Rondo Sembadil. "Ayo kita tangkap sebelum menjelma kembali menjadi udang dan Keong Emas" bisik Mbok Rondo Sembadil. Dengan perlahan-lahan mereka masuk ke dapur, lalu ditangkapnya gadis yang sedang asik memasak itu. "Ayo ceritakan lekas nak, siapa gerangan kamu itu" desak Mbok Rondo Sambega "Bidadarikah kamu ?" sahutnya lagi. "bukan Mak, saya manusia biasa yang karena dibunuh dan dibuang oleh orang tua saya, maka saya menjelma menjadi udang dan keong" sahut Jambean lirih. "terharu mendengar cerita Jambean kedua bersaudara itu akhirnya mengambil Keong Emas sebagai anak angkat mereka. Sejak itu Keong Emas membantu kedua bersaudara tersebut dengan menenun. Tenunannya sangat indah dan bagus sehingga terkenallah tenunan terebut keseluruh negeri, dan kedua janda bersaudara tersebut menjadi bertambah kaya dari hari kehari.

Sampailah tenunan tersebut di ibu kota kerajaan. Sang raja muda sangat tertarik dengan tenunan buatan Jambean atau Keong Emas tersebut. Akhirnya raja memutuskan untuk meninjau sendiri pembuatan tenunan tersebut dan pergi meninggalkan kerajaan dengan menyamar sebagai saudagar kain. Akhirnya tahulah raja perihal Keong Emas tersebut, dan sangat tertarik oleh kecantikan dan kerajinan Keong Emas. Raja menitahkan kedua bersaudara tersebut untuk membawa Jambean atau Keong Emas untuk masuk ke kerajaan dan meminang si Keong Emas untuk dijadikan permaisurinya. Betapa senang hati kedua janda bersaudara tersebut.

Lutung Kasarung

Pada jaman dahulu kala di tatar pasundan ada sebuah kerajaan yang pimpin oleh seorang raja yang bijaksana, beliau dikenal sebagai Prabu Tapak Agung.

Prabu Tapa Agung mempunyai dua orang putri cantik yaitu Purbararang dan adiknya Purbasari.

Pada saat mendekati akhir hayatnya Prabu Tapak Agung menunjuk Purbasari, putri bungsunya sebagai pengganti. “Aku sudah terlalu tua, saatnya aku turun tahta,” kata Prabu Tapa.

Purbasari memiliki kakak yang bernama Purbararang. Ia tidak setuju adiknya diangkat menggantikan Ayah mereka. “Aku putri Sulung, seharusnya ayahanda memilih aku sebagai penggantinya,” gerutu Purbararang pada tunangannya yang bernama Indrajaya. Kegeramannya yang sudah memuncak membuatnya mempunyai niat mencelakakan adiknya. Ia menemui seorang nenek sihir untuk memanterai Purbasari. Nenek sihir itu memanterai Purbasari sehingga saat itu juga tiba-tiba kulit Purbasari menjadi bertotol-totol hitam. Purbararang jadi punya alasan untuk mengusir adiknya tersebut. “Orang yang dikutuk seperti dia tidak pantas menjadi seorang Ratu !” ujar Purbararang.

Kemudian ia menyuruh seorang Patih untuk mengasingkan Purbasari ke hutan. Sesampai di hutan patih tersebut masih berbaik hati dengan membuatkan sebuah pondok untuk Purbasari. Ia pun menasehati Purbasari, “Tabahlah Tuan Putri. Cobaan ini pasti akan berakhir, Yang Maha Kuasa pasti akan selalu bersama Putri”. “Terima kasih paman”, ujar Purbasari.

Selama di hutan ia mempunyai banyak teman yaitu hewan-hewan yang selalu baik kepadanya. Diantara hewan tersebut ada seekor kera berbulu hitam yang misterius. Tetapi kera tersebut yang paling perhatian kepada Purbasari. Lutung kasarung selalu menggembirakan Purbasari dengan mengambilkan bunga –bunga yang indah serta buah-buahan bersama teman-temannya.

Pada saat malam bulan purnama, Lutung Kasarung bersikap aneh. Ia berjalan ke tempat yang sepi lalu bersemedi. Ia sedang memohon sesuatu kepada Dewata. Ini membuktikan bahwa Lutung Kasarung bukan makhluk biasa. Tidak lama kemudian, tanah di dekat Lutung merekah dan terciptalah sebuah telaga kecil, airnya jernih sekali. Airnya mengandung obat yang sangat harum.

Keesokan harinya Lutung Kasarung menemui Purbasari dan memintanya untuk mandi di telaga tersebut. “Apa manfaatnya bagiku ?”, pikir Purbasari. Tapi ia mau menurutinya. Tak lama setelah ia menceburkan dirinya. Sesuatu terjadi pada kulitnya. Kulitnya menjadi bersih seperti semula dan ia menjadi cantik kembali. Purbasari sangat terkejut dan gembira ketika ia bercermin ditelaga tersebut.

Di istana, Purbararang memutuskan untuk melihat adiknya di hutan. Ia pergi bersama tunangannya dan para pengawal. Ketika sampai di hutan, ia akhirnya bertemu dengan adiknya dan saling berpandangan. Purbararang tak percaya melihat adiknya kembali seperti semula. Purbararang tidak mau kehilangan muka, ia mengajak Purbasari adu panjang rambut. “Siapa yang paling panjang rambutnya dialah yang menang !”, kata Purbararang. Awalnya Purbasari tidak mau, tetapi karena terus didesak ia meladeni kakaknya. Ternyata rambut Purbasari lebih panjang.

“Baiklah aku kalah, tapi sekarang ayo kita adu tampan tunangan kita, Ini tunanganku”, kata Purbararang sambil mendekat kepada Indrajaya. Purbasari mulai gelisah dan kebingungan. Akhirnya ia melirik serta menarik tangan Lutung Kasarung. Lutung Kasarung melonjak-lonjak seakan-akan menenangkan Purbasari. Purbararang tertawa terbahak-bahak, “Jadi monyet itu tunanganmu ?”.

Pada saat itu juga Lutung Kasarung segera bersemedi. Tiba-tiba terjadi suatu keajaiban. Lutung Kasarung berubah menjadi seorang Pemuda gagah berwajah sangat tampan, lebih dari Indrajaya. Semua terkejut melihat kejadian itu seraya bersorak gembira. Purbararang akhirnya mengakui kekalahannya dan kesalahannya selama ini. Ia memohon maaf kepada adiknya dan memohon untuk tidak dihukum. Purbasari yang baik hati memaafkan mereka. Setelah kejadian itu akhirnya mereka semua kembali ke Istana.

Purbasari menjadi seorang ratu, didampingi oleh seorang pemuda idamannya. Pemuda yang ternyata selama ini selalu mendampinginya dihutan dalam wujud seekor lutung.

Cerita Rakyat Malin Kundang

Pada suatu hari, hiduplah sebuah keluarga di pesisir pantai wilayah Sumatra. Keluarga itu mempunyai seorang anak yang diberi nama Malin Kundang. Karena kondisi keluarga mereka sangat memprihatinkan, maka ayah malin memutuskan untuk pergi ke negeri seberang.

Besar harapan malin dan ibunya, suatu hari nanti ayahnya pulang dengan membawa uang banyak yang nantinya dapat untuk membeli keperluan sehari-hari. Setelah berbulan-bulan lamanya ternyata ayah malin tidak kunjung datang, dan akhirnya pupuslah harapan Malin Kundang dan ibunya.

Setelah Malin Kundang beranjak dewasa, ia berpikir untuk mencari nafkah di negeri seberang dengan harapan nantinya ketika kembali ke kampung halaman, ia sudah menjadi seorang yang kaya raya. Akhirnya Malin Kundang ikut berlayar bersama dengan seorang nahkoda kapal dagang di kampung halamannya yang sudah sukses.

Selama berada di kapal, Malin Kundang banyak belajar tentang ilmu pelayaran pada anak buah kapal yang sudah berpengalaman. Malin belajar dengan tekun tentang perkapalan pada teman-temannya yang lebih berpengalaman, dan akhirnya dia sangat mahir dalam hal perkapalan.

Banyak pulau sudah dikunjunginya, sampai dengan suatu hari di tengah perjalanan, tiba-tiba kapal yang dinaiki Malin Kundang di serang oleh bajak laut. Semua barang dagangan para pedagang yang berada di kapal dirampas oleh bajak laut. Bahkan sebagian besar awak kapal dan orang yang berada di kapal tersebut dibunuh oleh para bajak laut. Malin Kundang sangat beruntung dirinya tidak dibunuh oleh para bajak laut, karena ketika peristiwa itu terjadi, Malin segera bersembunyi di sebuah ruang kecil yang tertutup oleh kayu.

Malin Kundang terkatung-katung ditengah laut, hingga akhirnya kapal yang ditumpanginya terdampar di sebuah pantai. Dengan sisa tenaga yang ada, Malin Kundang berjalan menuju ke desa yang terdekat dari pantai. Sesampainya di desa tersebut, Malin Kundang ditolong oleh masyarakat di desa tersebut setelah sebelumnya menceritakan kejadian yang menimpanya. Desa tempat Malin terdampar adalah desa yang sangat subur. Dengan keuletan dan kegigihannya dalam bekerja, Malin lama kelamaan berhasil menjadi seorang yang kaya raya. Ia memiliki banyak kapal dagang dengan anak buah yang jumlahnya lebih dari 100 orang. Setelah menjadi kaya raya, Malin Kundang mempersunting seorang gadis untuk menjadi istrinya.

Setelah beberapa lama menikah, Malin dan istrinya melakukan pelayaran dengan kapal yang besar dan indah disertai anak buah kapal serta pengawalnya yang banyak. Ibu Malin Kundang yang setiap hari menunggui anaknya, melihat kapal yang sangat indah itu, masuk ke pelabuhan. Ia melihat ada dua orang yang sedang berdiri di atas geladak kapal. Ia yakin kalau yang sedang berdiri itu adalah anaknya Malin Kundang beserta istrinya.

Malin Kundang pun turun dari kapal. Ia disambut oleh ibunya. Setelah cukup dekat, ibunya melihat belas luka dilengan kanan orang tersebut, semakin yakinlah ibunya bahwa yang ia dekati adalah Malin Kundang. "Malin Kundang, anakku, mengapa kau pergi begitu lama tanpa mengirimkan kabar?", katanya sambil memeluk Malin Kundang. Tetapi Kundang segera melepaskan pelukan ibunya dan mendorongnya hingga terjatuh. "Wanita tak tahu diri, sembarangan saja mengaku sebagai ibuku", kata Malin Kundang pada ibunya. Malin Kundang pura-pura tidak mengenali ibunya, karena malu dengan ibunya yang sudah tua dan mengenakan baju compang-camping. "Wanita itu ibumu?", Tanya istri Malin Kundang. "Tidak, ia hanya seorang pengemis yang pura-pura mengaku sebagai ibuku agar mendapatkan harta ku", sahut Malin kepada istrinya. Mendengar pernyataan dan diperlakukan semena-mena oleh anaknya, ibu Malin Kundang sangat marah. Ia tidak menduga anaknya menjadi anak durhaka. Karena kemarahannya yang memuncak, ibu Malin menengadahkan tangannya sambil berkata "Oh Tuhan, kalau benar ia anakku, aku sumpahi dia menjadi sebuah batu". Tidak berapa lama kemudian angin bergemuruh kencang dan badai dahsyat datang menghancurkan kapal Malin Kundang. Setelah itu tubuh Malin Kundang perlahan menjadi kaku dan lama-kelamaan akhirnya berbentuk menjadi sebuah batu karang.

Tuesday, November 22, 2016

RINYA

Karya Peri Ai

Entah ada badai apa yang sudah melanda jiwaku sehingga pagi ini terasa sangat sepi. Jeritan mama yang biasanya membangunkan adik, kini tak terdengar lagi setelah tragedi yang menimpa keluarga kami. Sedangkan diskusi antara mama dan papa di meja makan tentang berita hari ini tak terdengar lagi dari kamarku. Sepi…sunyi, aku sekarang hanya sendiri. Sementara, gadis manis yang menabrakku kemarin didepan kelas masih berdiri di depan rumahku sambil memandang kearah kamarku. Senyumnya sangat menarik, dengan bibir merah basah dan wajah setengah pucat. Tapi aku tak boleh membatalkan rencana kemarin yang rusak gara-gara gadis manis itu. Aku tak ingin mereka terus-terusan menyalahkanku karena tidak menang dalam pertandingan itu. Akan kubuktikan kalau aku adalah laki-laki sejati.

Saat aku ingin berangkat ke sekolah, gadis manis itu tersenyum padaku sambil memutar-mutar sebuah buku yang dibawanya. Namun aku tak membalasnya, aku tak ingin jatuh hati padanya. Senyumnya saja sudah membuatku bergetar, bagaimana nanti jika ia mengeluarkan sepatah kata dari bibirnya yang merah basah? Bisa-bisa nanti aku pingsan. Keberadaanya masih tetap kurasa saat perjalanan menuju sekolah, begitu pula saat aku telah sampai di sekolah. Ia masih tetap berjalan di belakangku saat aku menuju halaman belakang sekolah. Tapi karena keahlianku berlari cepat, dia tak lagi dapat berada di belakangku.

Aku duduk di salah satu batu besar yang berada di halaman belakang sekolah. Dengan penuh hati-hati, kubuka semua penutup obat-obatan itu. Katanya, obat ini sangat manjur. Orang yang meminumnya pasti akan merasa puas dan bahagia. Sebenarnya obat ini berbahaya bagi kesehatanku, tapi ini adalah jalan yang paling baik untuk menghadapi pertandingan besok. Kupandang obat itu lekat-lekat, berharap obat ini akan membantuku. Pelan tapi pasti, kuayunkan tanganku menuju ujung bibirku namun sebuah tangan putih dan halus menamparku “Anjrit!” otomatis tanganku ingin menampar balik si pemilik tangan putih dan halus yang menamparku. Tapi kuurungkan niatku saat melihat wajah manis setengah pucat dengan bibir merah basah dan mata yang terpejam ketakutan. Ya…gadis manis itu menamparku tanpa alasan.
“Ngapain loe disini?” Ternyata ia tak menyerah untuk tetap mengikutiku.
“Kakak sendiri ngapain disini?” tanya gadis manis itu ketus setelah ia membuka matanya.
“Terserah gue dong! Ini kan urusan gue!” kataku pada gadis manis itu keras. Tatapan matanya seperti tatapan mama yang sedang marah.
“Ini kak! Ini pisau buat kakak bunuh diri,” Ia memberikan sebuah pisau padaku lewat tangannya yang dingin.
“Maksud loe?” tanyaku bingung tak mengerti maksudnya.
“Iya…ini ekstasi kan? Dan kakak pingin mati perlahan lewat ekstasi ini, asal kakak tau aja ya, lebih enak mati cepet daripada mati perlahan,” katanya mengambil beberapa butir obat yang kupegang lalu menunjukannya padaku kemudian ia membuangnya ke selokan.

Perkataannya membuatku sadar akan akibat dari perbuatanku tadi. Kutudukan kepalaku lalu duduk tanpa pose di sebuah batu besar, satu per satu air mataku meluncur. Gadis manis itu duduk disampingku sambil memegang pundakku.
“Maafin Rinya ya kak…!” ucapnya lirih dan aku pun jatuh dipelukannya. Kedewasaannya membuatku luluh, aku tak kuasa membendung isak tangisku. Walaupun sebenarnya aku malu bersikap seperti ini, ini bukan sikap seorang laki-laki sejati tapi ini adalah sikap seorang pecundang. Sudah lama aku tak menangis sedalam ini dipelukan seorang gadis. Sepuluh menit telah berlalu, aku tak ingin ia berlama-lama menahan berat badanku, aku bangun dari peluknya.
“Terima kasih!” ucapku lirih setelah bangun dari peluknya.
“Bukankah sesama manusia harus saling membantu! Masa seorang kapten harus berterima kasih sama seorang adik kelas,” kata gadis manis itu menggodaku. Aku tersenyum padanya.
“Hidupku akan berubah setelah aku minum sebutir obat itu. Aku harus memenangkan pertandingan itu, hanya itu jalan yang terbaik,” kataku mengeluarkan seluruh kekesalan yang ada dihatiku.
“Rinya yakin, kakak akan memenangkan pertandingan itu. Di dalam pertandingan tidak ada yang kalah atau pun menang, itu hanya masalah takdir. Takdir kakak masih hidup lebih lama lagi di dunia ini, maka dari itu kakak harus manfaatin hidup sebaik-baiknya. Kasihan kak, sama orang yang sebenernya pingin hidup lebih lama lagi tapi nggak diijinin sama yang diatas!” katanya sambil mengeluarkan air mata “Huk…huk!” batuknya terasa sangat sakit.
“Cita-cita kamu pasti mau jadi psikolog ya?” Aku tersenyum padanya.
“Ya begitulah, tapi Rinya nggak bakal jadi psikolog!” ucapnya dengan mimik orang yang tak punya harapan.
“Kenapa?”
“Enggak papa kok, huk…huk…kalo kakak pasti ingin jadi pemain basket terkenal ya?” katanya sedikit terpatah-patah.
“Aku pingin jadi seseorang yang bisa dibanggain sama orang lain, menurutku itu lebih penting! Oh ya…tadi pagi kamu ngapain berdiri di depan rumahku?” sedikit kuataskan dahiku sambil tersenyum padanya dengan senyum yang paling manis yang aku punya.
“Kemarin, aku liat kakak mau pake obat-obatan itu. Jadi tadi pagi, sebenernya aku mau minta maaf sekaligus nasehatin kakak!”
“Kamu baik banget sih?” kataku sedikit menggodanya
“Biasa kali kak…! Huk…huk…” Sepatah kata darinya selalu saja terpotong oleh batuknya yang semakin menggila. Dan keringatnya pun mulai keluar ditambah bibir yang semakin pucat.
“Kamu sakit ya?” tanyaku menghawatirkan keadaannya.
“Enggak, aku nggak papa…aku pergi dulu ya kak!” pamitnya padaku tetapi dengan cepat aku memegang tangannya yang dingin bertanda aku tetap ingin berada disampingnya.
“Kamu dateng ya ke pertandingan besok!” ucapku lirih bernada romantis dan dia pun hanya tersenyum manis lalu pergi menjauh dari hadapanku. Aku semakin jatuh cinta padanya.
•••

Entah mengapa pagi ini hatiku merasa gundah, rasanya ada salah satu organ tubuhku yang hilang. Tapi bagaimana pun juga aku harus memenangkan pertandingan ini demi Rinya. Bahkan akan kuberikan piala kemenangan itu padanya, dia pasti akan sangat senang.
Mataku selalu mencari keberadaan Rinya saat pertandingan akan dimulai. Tapi…aku tak menemukannya, batang hidungnya tak terlihat diantara banyaknya wanita-wanita yang berteriak. Rinya…dimana dirimu saat ini? Aku membutuhkanmu.
Lawan kali ini terlihat sangat tangguh, optimisku untuk menang semakin melemah ditambah lagi Rinya yang tak kunjung datang. Pertandingan dimulai, saat ditengah pertandingan semangatku hilang. Aku nyaris tak memenangkan pertandingan ini, tapi untung Rinya datang. Dia berdiri dekat pelatih sambil melambaikan tangan untukku, dia tersenyum padaku dengan senyum yang paling manis yang ia miliki. Semangatku tumbuh, dengan pelan tapi pasti kugiring bola ke arah ring lawan dan aku menangkan pertandingan itu.
Pertandingan berakhir dengan skor 2-0, mereka semua bertepuk tangan untukku. Mereka memberiku selamat kecuali Rinya. Keberadaannya tak kudapatkan setelah pertandingan usai.
•••

Seminggu telah berlalu, sejak saat itu aku tak lagi bertemu dengan Rinya. Gadis manis itu hilang seperti di telan bumi. Bahkan sedikit pun aku tak tau kabar tentang dirinya. Bayangan tentang dirinya hilang saat aku melihat sepucuk surat diatas batu yang pernah diduduki Rinya di halaman belakang sekolah.

27 November 2012
Hai kak…ini Rinya. Gimana, Kakak menangin pertandingan itu kan? Selamat ya kak! Rinya yakin kakak bakalan menang. Maaf…Rinya nggak bisa datang ke pertandingan itu. Karena hari itu Rinya harus ke rumah sakit. Inget ya kak, kakak nggak boleh ngelakuin hal bodoh itu lagi. Hidup kakak masih panjang, Rinya nggak mau apa yang terjadi sama Rinya terjadi sama kakak. Dari kecil, Rinya udah sakit kanker darah. Rasanya tu sakit banget kak…entah berapa butir obat dan jarum suntik yang udah masuk ke tubuh Rinya setiap harinya. Semangat ya kak…Rinya yakin, suatu saat nanti kakak bakal jadi orang yang bisa dibanggain sama orang lain. Rinya pamit dulu ya kak…selamat tinggal!
Rinya

PROFIL PENULIS
Nama : Ary Yunita
Nama Pena : PeriAi
TTL : Surakarta, 12 Januari 1993
Agama : Islam
Anak ke : 4 dari 4 bersaudara
Pendidikan : Mahasiswi Semester 3 Jurusan Matematika FMIPA UNS
Alamat : Jl. Fajar Indah V C67A, Perumahan Josroyo Indah, Jaten, Kra
Facebook : Peri Ai

DIBALIK AWAN

Karya Nur Faida

Di balik awan
Ku menunggu itu datang.
Ku tatap langit berharap itu terjadi.
Berharap dan terus berharap
Mimpi kecil yang masih berada di balik awan.
Agar awan itu pindah dan mimpiku bisa jadi kenyataan
 
Terlalu konyol ku katakan tetapi itulah kenyataanya. Ku bernama Nur Faida, bisa di panggil faida. Aku ingin sekali mimpi kecilku itu terwujud sebari ku menunggu sejak kecil sampai kelas 3 SMP sekarang. Entah kenapa, aku ingin sekali itu terwujud dan sekarang mimpi kecilku itu menjadi kenyataan.

Hari jumat sepulang sekolah, ku pandang langit yang bersahabat denganku. Ku berlari secepat mungkin karena ku tak mau temanku ninda memelukku dan aku tak mau menjadi kue bercampur kopi. Begitulah masa remaja menurutku, setiap ada teman kita yang ulang tahun pasti ujung – ujungnya orang yang berulang tahun itu akan ditaburi maupun di lempari dengan terigu , air dan telur maka menjadilah kue dan di berikan juga kopi.Ku beruntung sekali, aku tidak terkena semua itu dan kami sekelas perempuan semuanya pergi kerumah ninda.


Saat ku lihat Ninda , ada rasa iri diriku. Sejak kecil ulang tahunku tidak pernah dirayakan oleh teman – temanku semua, ku memang pernah dirayakan ulang tahunku tapi aku hanya 1 kali itupun ku sama keluarga ajah. Ku ingin sekali ulang tahunku dirayakan oleh teman – teman semua, aku selalu menunggu sampai sekarang ini. Ku fahami itu bahwa tanggal lahirku 3 Agustus 1998 jadi ulang tahunku sulit untuk dirayakan karena pada bulan kelahiranku itu adalah bulan ramadhan tetapi ku ingin sekali itu di rayakan walau ditunda waktunya.

Dirumah Ninda, kami semua menunggu 2 teman kami yang akan membawa kue ulang tahun untuk Ninda. Banyak hal yang temanku lakukan semuanya saat menunggu 2 teman kami dan juga ninda yang sedang mandi ini. Ada yang saling berbincang - bincang , main – main bersama dan perbaiki kudung.

Tak lama kemudian, Atul dan Dilah datang membawakan kue ulang tahun berbentuk segi empat untuk Ninda . Teman – temanku pun menancapkan lilin. Betapa senangnya Ninda pastinya akan hal ini.
“Happy birthday Ninda!”sorak semua temanku saat Ninda turun dari tangganya.
Nindapun gabung pada kita semua dan kami semua menyanyikan lagu selamat ulang tahun dan Nindapun meniup lilinnya lalu memotong kue ulang tahun yang di beli dari kumpulan uang semua teman di kelas kemudian kamipun semunya memakan kue ulang tahun itu yang ternyata masih ada sisa sepotong kue Ulang tahun Ninda yang kira – kira besarnya 40 derajat.

Tak ku sangka Wawa,Inna dan Icha seseorang yang sudah ku anggap sahabat itu menancapkan lilin lebih dari 8 dengan api yang sudah berada di pucuknya dan menghampiriku.
“faida! Selamat ulang tahun yah. Kan Ulang Tahunmu belum dirayakan waktu itu”kata Wawa yang berada di depanku dengan membawa kue Ulang tahun.

Mereka menyanyikan Lagu Selamat Ulang tahun dan akupun meniupnya. Ya Allah, aku sangat gembira sekali sekaligus terharu. Aku ingin sekali menangis karena saking senangnya tapi ku tahan mataku agar tidak menangis. setelah itu iseng – isengnya wawa mencolek kue itu dan memberikan mukaku bedak kue.Astaga, reflex saja aku membalasnya dan juga Inna melakukan hal seperti itu. Akan hal itu, kudungku jadi kotor dan mereka berdua juga

Alhamdulillah, akhirnya mimpi kecilku sudah terwujud dan selang beberapa hari setelah itu mereka berdua memberikanku kado ulang tahun untukku sebuah pulpen berwarna hijau. Aku sangat senang karena sekiang lama ku menunggu akhirnya terwujud juga. Terimah kasih ya Allah engkau sudah mewujudkan mimpi kecilku itu. Mimpi yang dulunya berada di balik awan sekarang sudah menjadi kenyataan. Itulah mimpi kecilku, ingin dirayakan ulang tahunku dan di beri kado.

PROFIL PENULIS
Nama : Nur Faida
Tanggal Lahir : 3 Agustus 1998
Facebook : Faida.Idha38@ymail.com
Email : faidanur88@gmailcom
Teman-teman ini cerita asliku. teman-teman tau mimpi kecilku yang berada di balik awan itu sekarang sudah terwujud.
Aku sangat senang sekali.

LOVE LIFE STORY

Karya Marita

“Ta, ada yang mau Ari omongin,” kata Nino. Aku langsung menoleh ke arah Ari yang duduk di samping aku. “Eh, gila lo, No!” balas Ari langsung. Nino mengisyaratkan Ari dengan gerakan kepalanya supaya Ari mau memberitahu apa yang disembunyikannya pada aku. Tapi Ari menolak.
“Ya udah gw yang ngomong. Maaf ya, Ta. Gw cuma mau nyampein,” kata Nino lagi dengan nada yang lebih berat dari sebelumnya. Sebenernya ada apa sih ini? Kok aku jadi takut gini ya?

Nino berdeham kecil. “Jadi gini, Ari sebenernya udah ngelakuin kesalahan. Mmm.. kesalahan yang besar.” Setiap kata yang diucapkan Nino semakin membuat kecepatan detak jantung aku bertambah.
“Beberapa waktu yang lalu, Ari lagi di taman, dan singkat cerita ia ketemu cewek dan kenalan sama cewek itu. Dia ngobrol sampai malem dan mau nganterin cewek itu pulang ke rumahnya. Namun, waktu perjalanan pulang di mobil, cewek itu ngegodain Ari. Dan.. sorry ya, Ta, gw mesti bilang ke lo kalo mereka lepas kendali.”


Aku terdiam. Mencerna kata-kata yang baru saja aku dengar. Ari yang duduk di sampingku terus memegangi tangan aku dengan lembut seperti biasanya. Namun ada yang aneh hari ini. Aku sama sekali tidak merasakan kenyamanan yang biasanya. Apa karena cerita yang barusan aku dengar?
“Ta, lo nggak apa-apa? Sorry gw harus ngomong itu ke lo,” kata Nino dengan rasa bersalah. Aku hanya memandang wajah Nino yang ada di depan aku dengan pandangan yang semakin kabur. Ya, kesadaranku hilang.
***

“Parah banget, Ta! Masa lo sampe pingsan gitu dikerjainnya!?”
Suara nyaring Putri suskses menembus gendang telingaku. “Iya, mereka jahat banget tau! Gw udah shock berat dengernya, sampe pingsan, dan ternyata itu bohongan!” balasku.
“Lo tau dari mana dia bohong?” tanya Putri mulai menginterogasi. “Ari bilang tadinya mau pura-pura sampe anniv kita seminggu lagi, tapi ternyata hari pertama gw langsung pingsan, jadi langsung dibatalin deh,” kataku menjelaskan.
“Gw rasa ada yang aneh loh. Lo mesti hati-hati sama Ari, Ta. Beneran deh! Soalnya disebut bercanda juga udah nggak wajar, Ta!” kata Putri mengomentari. “Dari dulu kali lo udah bilang terus-terusan ke gw buat hati-hati sama Ari, tapi nggak ada apa-apa kan sampe lebih dari 19 bulan ini gw sama dia pacaran.”
Putri mengangguk ragu. “Tapi jujur ya, Ta, sebagai sahabat lo sampe sekarang gw masih kurang setuju lo pacaran sama cowok tipe Ari gitu. Playboy! Orang tua lo juga nggak setuju kan kayak gw?” balas Putri lagi. “Iya deh iya, gw bakal hati-hati kok ngadepin dia.”
***

Malem minggu ini tugas banyak banget. Bukannya malem mingguan kayak pasangan lain, aku malah terdampar di kamar berduaan sama laptop. Harus di-email sekarang lagi tugasnya ke guru botak itu.

Dengan sangat malas, aku pun mengaktifkan modem di laptop dan segera sign in untuk cepat-cepat mengirimkan tugas yang udah aku kerjakan. Dan ketika aku sedang mengecek inbox, aku tertarik melihat ada email masuk dari Facebook. Aku langsung teringat akun FB aku yang hilang begitu saja beberapa bulan yang lalu. Memang sih, aku agak cuek di dunia maya dan membiarkan hal itu terjadi begitu saja tanpa mempermasalahkannya.

Karena penasaran, aku baca email dari FB itu dan dikatakan bahwa akun FB aku sudah diambil alih oleh email milik Ari. Aku sedikit terkejut dengan fakta itu, tapi aku nggak mau berpikiran macem-macem.
Lewat beberapa proses, aku mengambil alih kembali akun FB milikku dan mengaktifkannya. Setelah bernostalgia dengan FB milikku, aku penasaran melihat perkembangan FB milik Ari. Dan aku lebih terkejut lagi saat melihat deretan percakapan Ari di wallnya dengan seorang cewek bernama Dian, dengan berbagai panggilan sayang!

Aku langsung menangis. Kaget dengan kenyataan yang aku dapati.
“Halo, Ari?” sapaku lewat telepon. “Iya, ada apa sayang?” balasnya. “Aku baru bisa buka lagi FB aku, dan aku liat-liat FB kamu,” kataku sambil berusaha keras menahan tangis.

Namun seberapa keras pun aku mencoba menahannya, air mataku tetap menetes, dan tidak tertahankan lagi aku menangis dengan telepon tetap tersambung. Ari hanya diam. Mungkin kaget juga dengan kenyataan yang aku ungkapkan barusan. Kaget karena hubungan gelapnya terbongkar.
“Tata, maafin aku ya,” kata Ari pelan.
“Aku salah apa sama kamu, Ri?” tanya aku heran. “Nggak, kamu nggak salah apa-apa sama aku. 

Kamu udah terlalu baik sama aku, kamu udah mau tetep pacaran sama aku walopun banyak yang nolak aku. Bulan kemarin, kamu bangga kenalin aku di acara sweet seventeen kamu ke semua orang, kamu suapin aku first cake kamu, aku seneng jadi pacar kamu, Ta. Kamu udah perhatian banget, aku juga masih inget waktu kamu jagain aku setiap hari sampe malem waktu aku dirawat, kamu baik banget. Aku sayang sama kamu, sayang banget sama kamu! Tapi kamu terlalu baik, aku nggak pantes buat kamu.”

Kata-kata Ari terasa menusuk di hati aku. Itu membuat kenangan-kenangan yang udah selama ini aku jalani sama Ari kembali terulang dalam sekejap. Dan itu membuat aku menyangkali kenyataan di depan mata aku ini.
“Kamu sama Dian, ada apa sebenernya?” tanyaku sambil terisak.

Ari terdiam sejenak. “Aku sama Dian.. pacaran. Seperti yang kamu liat sendiri di FB aku, dan itu udah berjalan hampir 3 bulan yang lalu. Maaf,” jelas Ari. Dan itu terasa seperti tamparan keras! Semakin nyata. Semakin tidak bisa disangkali lagi.
“Tata,” panggil Ari pelan. Aku sudah tidak bisa lagi berkata apa-apa sama sekali. Tangisan aku terlalu hebat untuk mampu menjawab panggilan Ari. “Tata, maafin aku ya. Mungkin hubungan kita sampai di sini aja. Kita putus ya...”
Tangisanku berhenti sekejap. Keadaan menjadi sangat sunyi, dan beberapa saat kemudian terdengar nada sambungan yang terputus. Aku menelungkupkan tanganku di atas meja belajar, dan kembali menangis sejadi-jadinya.
***

Banyak kejadian yang terjadi setelah hubungan kami putus. Mulai dari hubungan aku dengan sahabatku yang kembali saling terbuka, sampai terjadinya keretakan dalam pertemanan di kelas kami.
Memang, sangat sulit mengakui kenyataan kalo Ari bukan lagi siapa-siapa. Apalagi saat dia lebih memilih Dian daripada aku, dan beberapa cewek setelahnya yang ia pacari setelah putus dari aku.

Saat ini, kalo kamu yang merasa sebagai Ari membaca cerita ini, aku cuma mau bilang kalo selama ini bodohnya aku masih terus berharap hubungan kita bisa kembali lagi. Tapi dengan segala apa yang telah kamu perbuat sampai saat ini, membuat aku semakin yakin kalo kamu memang bukan yang terbaik buat aku.

Sekarang, udah lebih dari setahun sejak hubungan kita berakhir. Aku berterima kasih sama kamu atas kejadian ini yang membuat aku terus belajar dalam hidup. Aku maafin kamu. Dan aku berharap jangan ada lagi perempuan yang bernasib seperti aku dalam hidup kamu.
***

PACAR MAKAN TEMAN

Karya Titin Dewi J.P

Matahari mulai mendaki kaki sang langit. Perlahan-lahan beranjak dari peraduannya, hingga kehangatannya mulai terasa oleh makhluk-makluk bumi. Tak begitu panas, namun cukup hangat hingga membuat orang malas keluar rumah lantaran takut kena sinar UV. Namun bagiku itu adalah anugrah, karena dengan begitu aku bisa nyuci baju yang belum aku cuci seminggu dan menumpuk di pojok kamar kecil kosan ku.

Aku Vika, sejak awal masuk kuliah di Universitas Jember aku tak pernah punya kenalan cowok yang cocok di hatiku buat jadi pacar plus driver buatku. Yahhh…. Akhirnya gini deh, kemana-kemana harus on foot with my soulmate, Tiara. Tapi gag papa, karena temenku yang satu ini gokil banget, waaupun sebenernya kita udah sahabatan dari awal masuk SMK, tapi kegokilannya jadi makin parah setelah masuk kuliah ini.


Tak kusangka nomor nyasar dua hari yang lalu menjadi awal dari cerita ini. Awalnya sih dia kirim message ke aku. Akunya sih biasa aja, kan emang dasarnya cewek cuek-cuek gitu. Padahal kalo’ dicuekin balik pasti gag mau.
“Mau aku jemput gag..?? mau yaa.. yaaa..yaaa… sekalian ketemuan gitu”, katanya lewat sms yang dikirim ke my cell phone setelah aku bilang kalo’ aku lagi di bus, habis mudik. Dan aku iya’in aja. 

Kan lumayan dapet ojek gratis. Hehehe…
Ketika aku turun dari bus aku bingung yang mana orangnya, karena ini adalah pertama kita ketemu semenjak kita chat lewat message seminggu yang lalu. Dan di seberang jalan tepat arah jam dua belas aku melihat sesosok tubuh sedang menunggu. Mungkinkah dia..??
“Vika yaaa…,” katanya sambil menghampiriku.
“Iya… kamu Findra ta…??” sahutku kemudian.
Lalu dia menjabat tanganku seperti orang maaf-maafan pas lebaran. Aku tertawa dalam hati. Akupun berfikir kekonyolan macam apa ini hingga membuatku salah tingkah seperti ini. Tanpa ku sadari aku senyam-senyum sendiri tak tau apa yang sedang ku fikirkan.
“Thanks ya… dah nganterin jemput and nganterin aku ke kosan..” kataku sesampainya di depan pintu gerbang kosanku yang agak mewah itu.
“Oke… kalau butuh apa apa hubungi aku, jangan sungkan sungkan…” jawabnya sambil melontarkan senyuman.

Dan Findra pun berlalu pulang. Namun benakku masih merekan jelas bayangannya. Tak kusangka dia orangnya baik, enak diajak ngomong, lucu, nyambung, and yang terpenting aku ngerasa nyaman didekatnya. Duuhhh… kok jadi aneh gini sih aku..
“Kenapa kamu senyam-senyum gitu, kesambet setan darimana loe chuy…”, celetuk sahabatku Tiara yang tiba tiba muncul di hadapanku.
“Gila loe, aku kaget nie..” sahutku.

Aku pun berlalu meninggalkannya yang masih melongo kayak kebo di depan pintu kamar gara gara heran lihat aku senyum senyum. Mungkin dia baru sadar kalau senyumanku ini bisa mengalihkan dunianya. Dan itulah yang terjadi, dunianya beralih menjadi dunia yang penuh tanda tanya.
Lama lama aku kasihan juga melihat sahabatku, dari tadi aku saksikan wajahnya menyimpan pertanyaan. Akhirnya aku putuskan untuk menceritakan apa yang membuat aku seperti ini. Dan dia Cuma melongo, dan kali ini dia gag kayak kebo tapi lebih parah lagi, dia kayak sapi ompong yang gag punya gigi. Namanya aja ompong jelas aja gag punya gigi, dasar oon gue.

Tiga hari kemudian aku diajak nonton sama Findra. Setelah nonton kita berdua dinner, terus muterin alun-alun gag jelas tujuannya sambil ngobrol gag jelas juga. Lalu kita berhenti di kedai ice cream cone kesukaanku and Tiara. And disitu dia nyatain perasaannya sama aku. Dia nembak aku. Dan aku langsung kena tembakannya. Jadi malam itu aku jadian sama dia.
Seminggu berlalu, dan aku punya rencana nyomblangin Tiara sama sepupunya Findra, Herma namanya. Dua hari kemudian mereka jadian. Dan itu tandannya aku berhasil jadi mak comblang. Wahh, jadi kayak kontak jodoh aja nih aku.
“Besok mudik gag chuy..??” Tanya Tiara sepulang dinner sama Herma.
“Kasih tau gag yaaa…” celetukku menggodanya.
“Hhhmmm… kalo’ pulang sih ayo bareng aja, soalnya aku mau dianterin Herma, ntar kamu sama Findra yaaa…” terangnya kemudian.
Aku berpikir sejenak, lalu manggut manggut pertanda setuju.

Waktu mudik pun tiba. Sudah biasa bagi anak kos seperti kami selalu pulang saat week end tiba, jika nggak punya uang. Tapi kalo’ masih full kantongnya kami hanya menunggu next week end. Namun mudik kali ini akan lebih panjang karena seminggu full kita libur untuk minggu tenang. Suara sepeda motor yang berhenti di depan gerbang kosanku membuatku harus cepat cepat keluar, karena aku tau kalo’ itu Findra and Herma driver and co driver kami. Hehehe.

Dan benarlah bahwa mereka telah siap untuk mengantar para putri ke istana. Akhirnya kamipun meluncur menuju ke terminal Pakusari, tempat dimana aku dan Tiara biasa menunggu bus. Sesampainya di terminal kami berempat saling chatting. Findra pacarku, asyik ngobrol dengan sahabatku Tiara tanpa menghiraukan keberadaanku dan Herma. Namun aku tak curiga sedikitpun, karena aku percaya sahabatku tak mungkin menyakitiku.

Bus yang kami tunggu-tunggu akhirnya tiba. Dan kami pun berpisah. Setelah aku dan Tiara masuk ke dalam bus, Tiara cerita tentang apa yang dia omongin sama Findra tadi. Sahabatku ini memang selalu terbuka denganku. Apapun yang ia rasakan entah itu sedih atau bahagia, pasti dia selalu menceritakannya padaku.

Suatu sore setelah dua hari aku berada di rumah, Tiara memberi tau aku kalau dia putus sama Herma. Aku tanyai apa alasannya putus, dan dia menjawab kalau ternyata Herma sudah punya pacar. Aku jadi ngerasa bersalah sama dia, karena aku yang menyomblangkannya dengan Herma. Tapi aku berusaha menenangkan diri dan mencoba menghibur sahabatku itu. Akhirnya diapun merelakan hubungannya yang harus kandas secepat itu.

Tak kusangka kalau putusnya Sahabatku dan Herma akan berimbas padaku. Dua hari kemudian Tiara memberitahuku sebuah berita yang sebenarnya tak ingin kudengar, karena itu sungguh membuatku muak. Sebenarnya aku tak mau mengingatnya, tapi karena aku harus bercerita padamu jadi terpaksa deh ku buka kembali memori otakku untuk mengingat kata kata itu. Dan inilah kata-katanya lewat message yang dikirimkan padaku..
“Chuy kamu ngerasa aneh gag sih sama Findra..?? masa’ dia bilang gini ke aku… I LOVE YOU..”
Dan setelah itu aku memutuskan untuk mengakhiri hubunganku dengan Findra. Walau aku tau sahabatku tak mungkin menghiraukan kata-kata itu. Namun aku ngerasa Findra memang bukan untukku dan dia kayaknya gag beneran sayang sama aku. Buktinya dia masih ngelirik sahabatku. Bahkan disaat statusnya masih pacaran denganku dia berani bilang LOVE pada sahabatku sendiri.

PROFIL PENULIS
Nama : Titin Dewi J.P
Facebook : thychothevylietax64@facebook.com

B1NT4NG

Karya  Meiliza Inayatur Rohmah

“Kenapa?” Tanya Bintang padaku saat aku mengajaknya ketempat favoriteku sore itu. Aku meletakkan kepalaku dibahu Bintang yang duduk disebelah kananku. Dengan mata masih sembab, aku tak menjawab pertanyaan Bintang, hanya terus memandangi danau yang tenang itu dengan tatapan kosong. “Masih belum mau cerita?” Tanya Bintang lagi. “Emang gue harus cerita apa?” Jawabku ringan. “Iya...Crita apa aja. Crita kancil mencuri timun juga gak pa-pa” Jawab Bintang sambil menggaruk-garuk kepalanya yang tidak gatal. 

Aku tersenyum. “Emang gue pendongeng.” Jawabku kembali tersenyum. “Nah.....Baru muncul dech cahayanya.”Ujar Bintang. “Kan emang dari tadi gue disini?” Jawabku bingung. “Cahaya mentari!!! Siapa yang bilang loe.” Ucap Bintang menatapku. “Maksudnya?” Tanyaku. “Cahaya mentari yang pindah disenyum loe.” Ucap bintang tersenyum. “Idiiiihhhh......! Lebay.” Ucapku sambil memukul bahu Bintang keras-keras. “Aduh.....! Selalu dech. Emang gue segitu lebaynya ya?” Tanya Bintang padaku. “Gak cocok tau loe ngelebay gitu! Gak ada tampang-tampang romantisnya” Ucapku mencibir. “Yeeee....! Itu kan cuma menurut loe doank. Cewek-cewek lain banyak yang bilang gue so sweet kok.” Jawabnya bangga. “So Preet....iya.” Ujarku. “Loe tuch ya. Sekali-kali kek bilang gue so sweet. Nich anak! Kayaknya gue gak ada so sweet-so sweetnya ya ma loe.” Ujar Bintang manyun. “Emang ngak! Lebay iya.” Ucapku singkat. “Tang....! Makasi yach.” Ucapku pada Bintang. “Buat?” Tanyanya. “Buat loe, coz udah mau nemenin gue kesini.” Jawabku. “Terpaksa.....!” Ucap bintang lirih. “Owh....gitu! Ya udah loe pulang aja sono, gue bisa pulang sendiri kok.” Ucapku berdiri dan berkacak pinggang. Bintang tersenyum. “Loe kalo lagi kayak gitu,tambah......” “Gak lucu....!” Ucapku memotong perkataan Bintang. “Iya dech,iya! Gue minta maaf. Gak kok, gue ikhlas. Gak terpaksa. Sumpah!” Ucap Bintang menyilangkan jari telunjuk dan jari tengahnya. 

Bintang tersenyum dan melepaskan silangan kedua jarinya ketika aku menatapnya. Aku menyilangkan kedua tanganku didada kemudian memandang lurus kedanau masih dengan tampang sok marah besar pada Bintang. “Udah donk Ca. Gue gak bisa ngerayu nich. Jadi marahnya udahan ya.” Ucap bintang memelas. Aku tersenyum simpul. “Mana bisa cowok kayak loe ngerayu.” Ucapku sambil tertawa menang. “Lima kosong untuk PKI vs Jepang.” Ucapku mengacungkan dua jempolku dan mencibir. “Lima dari mana? Awas aja Loe ntar.” Jawab Bintang singkat. “Jadi......! Kenapa loe nangis?” Tanya bintang sesaat kemudian dan merangkulku sambil berjalan menyusuri pinggiran danau favorite kita berdua itu. Awalnya danau kecil yang jauh dari keramaian kota itu adalah tempat favoriteku, namun setelah berkali-kali aku mengajak Bintang kesana, entah karena kesejukan tempat itu atau karena hal lain akhirnya dia menyukainya juga. “Gak pa-pa.” Ucapku lirih. “Ya udah kalo belum mau berbagi. Tapi janji gak bakalan nangis lagi yach!” Aku mengangguk menjawab ucapan Bintang.
“Gue yang sal.......” Bintang mencoba menghentikan kemarahan cowok dengan helm sporty merahnya. “Diem Loe. Gue gak tanya sama loe.” Bentakan keras dari seorang cowok memecah keheningan malam yang semakin menyayat hatiku. Aku masih dalam dekapan Bintang, tertunduk dengan berlinang air mata. “Sekarang saatnya loe milih. Gak usah nangis, loe yang mulai ini semua, jadi loe juga yang harus ngasi keputusan bagaimana akhirnya.”
 

Aku tak menjawab, sebuah kata seakan tercekat dikerongkonganku karena tangisku yang tiada henti. “Rey.......Gue tau, gue yang salah. Jadi biar gue yang.....” Bintang kembali mencoba bicara pada Reynar. “Diem Loe penghianat!!!” Sebuah tinju mendarat dipipi kanan Bintang. “Rey........Maafin gue.” Aku berucap lirih dan memapah Bintang yang baru saja terpental karena tinju Reynar. “Oke, malam ini gue tau jawaban loe.” Ucap Reynar dan berlalu pergi dari hadapanku, aku mencoba menghentikan langkah Reynar dengan menarik sebelah tangannya namun sia-sia Reynar melepaskan tanganku dengan lembut. “Jaga diri baik-baik, gue rasa kita cukup sampai disini.” Ucapnya padaku. Kupandangi Reynar yang semakin jauh dari penglihatanku yang berkaca-kaca. Bintang kembali merangkulku, mengajakku untuk kembali kerumah. Aku membenamkan wajahku dalam pelukan Bintang dan kembali tersedu-sedu. Bintang membelai lembut rambutku, berkata tanpa berucap bahwa aku harus bisa menghadapi semuanya. “Gue yakin loe pasti bisa.” Ucap Bintang dengan senyumnya. Aku membalas senyum Bintang. Saat ku beranjak hendak memasuki gubuk kecilku, langkahku terhenti mendengar panggilan Bintang. Aku berbalik dan Bintang menarikku kedalam pelukannya. “Gue Sayang Loe” Ucapnya padaku. Aku melepaskan pelukan Bintang dan tersenyum berat padanya. Tepat ketika jam dinding kamarku menunjukkan jam tiga lewat lima menit, aku membenamkan wajahku dalam sujudku. Menengadahkan kedua tanganku, memohon ampun pada Sang Pemaaf atas segala dosa-dosaku, memohon padanya agar selalu memberiku kekuatan iman dan kekuatan hati tuk jalani hidup yang telah IA berikan padaku.

Satu minggu aku terbaring lemah di ranjang rumah sakit dengan ditemani Reynar. Bintang yang ternyata aku sayang, Bintang yang selalu membuatku teduh dalam pelukannya, Bintang yang selalu memberikanku kekuatan saat aku rapuh. Kini tak ada disampingku, tak ada bersamaku, tak menemaniku, tak menghiburku dengan kekonyolannya. Dia tak ada kabar, bahkan saat aku tanya pada teman-teman mafianya yang sering membuat keonaran dikampus tak ada yang tau dia berada dimana saat ini. “Ngelamun aja.............Kenapa?” Ucapan Reynar padaku. Aku menggeleng. “Gue mau keluar sebentar, loe mau apa?” Tanya Reynar membelai rambutku. “Pengen ketemu Bintang” Ucapku dalam hati. “Hei...............!” Reynar sedikit mengguncang lenganku karena aku tak menjawab pertanyaannya. “Pengen rujak,” Ucapku. “Loe lagi sakit masak mau makan rujak sich. Gak.....!!! Yang lain aja.” “Ya udah l’ gak mau bli’in. Gue cuma pengen itu.” Jawabku. “Ya udah, gue keluar bentar ya.” Ucap Reynar mengecup keningku dan berlalu pergi. Saatku terbaring menatap langit-langit kamar rumah sakit tempatku dirawat, aku berfikir keras berada dimanakah sebenarnya Bintang saat ini. “Ca......!” Sesosok wanita seumuranku membuyarkan lamunanku. “Teteh......!” Aku merangkul erat teman curhatku yang bernama lengkap Apriliana Putri itu, cewek yang sering aku panggil teteh itu membalas pelukanku. Aku menagis dalam pelukannya, dia melepaskan pelukanku dan menghapus air mataku seakan ia tau apa yang aku rasakan saat ini, ia mengeluarkan secarik kertas biru lusuh dari dalam tasnya lalu memberikannya padaku.
Loe tau harus nyari gue kemana jika gue gak ada.
Bintang. 
 
Ketika itu juga danau kecil favoriteku dan Bintang terlintas dibenakku. Aku menarik jarum infus dipergelangan tanganku sekenanya. “Mau gue anterin?” Tanya Putri padaku. “Aku mau sendiri kesana teh......” “Loe yakin? Loe kuat? Loe tau dia dimana?” Aku mengangguk menjawab pertanyaan satu-satunya orang yang mengetahui bagaimana perasaanku pada Bintang. Saat aku sampai di danau kecil favoiteku, aku tak melihat Bintang. Aku terduduk lemah di tanah,memeluk erat kedua lututku, perkiraanku salah. Tak ada Bintang, aku membenamkan wajahku kedalam kedua telapak tanganku yang mulai memucat. “Happy Birth Day...............!” Suara dari samping kananku mengagetkanku. Aku mencubit pipi cowok dengan kue tart kecil berwarna biru serta dilengkapi lilin berangka 17 itu. “Loe apaan sich?” Tanya Bintang padaku. “Gue gak mimpi kan Tang?” Ucapku. “Loe di dunia mimpi, buruan tiup lilinnya, ntar keburu ada yang bangunin.” Ucap Bintang. “Emang gue ultah yach?” tanyaku. “Yee, dasar pikun loe......! buruan dech tiup dulu lilinnya.” Ucap Bintang lagi. Saat aku hendak meniup lilin berangka 17 itu, Bintang malah membungkam mulutku. “Make a Wish dulu donk.” Ucapnya. Aku menjotos lengan Bintang. Setelah make a wish dan meniup lilin berangka 17 itu, aku menengadahkan sebelah tanganku tepat didepan wajah bintang. “Apaan?” Tanyanya. “Kado buat gue mana?” pintaku. “Kado buat loe, ada disini.” Ucap Bintang menggenggam tanganku dan meletakkan tanganku didadanya. “Lebay Loe......!” Ucapku tersenyum simpul.

Dirumah sakit yang sama aku berdiri khawatir didepan pintu ruang UGD dengan tangan masih memegang sebelah perutku yang mulai terasa sakit. Putri merangkulku ikut berdiri disampingku menguatkan aku. Reynar tetap memaksaku untuk kembali mendapat perawatan karena pucat diwajah dan sakit yang aku tahan tak bisa aku sembunyikan darinya. Aku masih tetap dalam pendirianku, tak mau mendapat perawatan sebelum aku tau keadaan Bintang yang tiba-tiba pingsan saat mengantarku kembali kerumah sakit. Dokter keluar dari ruang UGD dengan diikuti beberapa suster dibelakangnya. “Ada yang bernama Cahaya?” Tanyanya. “Saya dok......!” Jawabku singkat. “Anda diminta masuk oleh pasien.” Aku hendak memasuki ruangan dengan aroma obat itu dengan ditemani Reynar, namun dokter menghentikan Reynar yang memapahku untuk memasuki ruangan itu. Aku memasuki ruang UGD sendirian, dan melihat Bintang duduk bersender pada tumpukan bantal. Ia tersenyum padaku. “Pucet gitu tambah jelek aja loe Ca.....!” Ucapnya padaku. Aku tersenyum simpul padanya. “Loe sakit apa sich?” Tanyaku. Bintang tak menjawab pertanyaanku. Ia memberikan sebungkus kado biru padaku. “Makasi dunk.....! masak dikasi kado gak makasi?” Ucap Bintang. “Makasi........!” Ucapku tersenyum manis. “Waduh.......!” “Kenapa Tang? Ada yang sakit? Gue panggil dokter ya?” tanyaku panik. “Gak kok, gak ada yang sakit. Senyummu ca....mengalihkan duniaku.” Ucapnya kembali tersenyum nakal padaku. “Dasar......! Nyebelin loe.” Ucapku kembali menyunggingkan senyum termanisku.
 
Aku ingin ada disaat kau sedih, aku ingin menjadi sandaran disaat kau tak mampu membendung air mata, meski tak selalu. Kau yang terakhir dihidupku, aku harap aku bisa menjadi penyempurna hari-harimu, meski ragaku tak dapat temanimu. Jangan pernah teteskan air matamu di akhir nafasku karena sedihmu adalah kekhawatiranku, berikan senyum terbaikmu tuk mengantarku menggapai kedamaian sejatiku. Kuberikan hatiku untukmu, agar kau terus bisa merasakan bagaimana indahnya sayang itu, agar kau selalu ingat bahwa hatiku hanya untukmu.
Cahaya Bintang mampu menyinari dunia, dan cahaya yang ada pada senyummu mampu menyejukkan hatiku.
CahayaKu, jangan pernah bosan memberikan senyummu ya....!
Aku sayang Kamu!!!
Bintang 
 
Air mataku tak hentinya membasahi pipiku, saat aku membaca surat yang berada didalam kado yang diberikan Bintang padaku saat di rumah sakit. “Aku? Sejak kapan loe brubah bilang aku? Preman kampus bisa juga bilang aku?” Ucapku tersenyum simpul. Aku kembali tertunduk melihat nisan bertuliskan BINTANG AGUSTIN wafat 14 Mei 2003, menahan tangis dan tersenyum dengan menggenggam 14 bintang biru yang Bintang berikan dihari ulang tahunku. “Hari ini gue milik loe sepenuhnya.” Ucapku pada Reynar. Ia memelukku. Aku kembali tersedu. “Maafin gue Ca....!” Ucapnya. Semenjak hari itu aku tidak lagi berlangganan masuk rumah sakit karena penyakit Liverku dan pastinya karena Bintang telah merelakan hatinya untukku, memberikan kado yang takkan pernah bisa aku lupakan seumur hidupku.
 
Reynar melamarku untuk menjadi tunangannya, niat baik dia disambut baik oleh orang tuaku. Setiap hari jum’at dan tanggal 14, Reynar mengantarku berziarah kemakam Bintang dengan tulus. Kini dia tau ketulusan hati Bintang padaku. B1NT4NG, kini menjadi nama dan tanggal yang akan selalu aku ingat sampai aku juga menggapai kedamaian sejatiku. See You Later in Heaven My Star.

PROFIL PENULIS
Nama : Meiliza Inayatur Rohmah
FB : Meilizaelfidahz@ymail.com

Baca juga Cerpen Remaja yang lainnya.