Artikel tentang kebaikan yang disembunyikan layaknya keburukan ini di kirimkan oleh teman pembaca sipolos yang merasa cerita ini dapat bermanfaat bagi seluruh pembaca sipolos.
Kisah ini berawal dari dua sahabat dekat yang sama-sama menuntut ilmu di sekolah menengah yang sama, Ahmad dan Zainal, keduanya berasal dari latar belakang keluarga yang berbeda. Ahmad yang pintar dan lebih cerdas di antara teman-temannya, berasal dari sebuah keluarga dengan ekonomi yang pas-pasan. Di lain sisi, Zainal yang memiliki kemampuan belajar standar, justru keluarganya memiliki kemampuan ekonomi yang cukup baik dan bisa menjamin masa depannya kelak.
Lama terpisah, akhirnya keduanya bertemu kembali di dalam sebuah Masjid, tepatnya di sebuah koridor wudhu sebuah masjid megah yang berarsitektur indah di kawasan perkebunan teh di Puncak Bogor. Sebuah kebetulan yang indah, di mana dua orang sahabat lama bisa bersua secara tiba-tiba tanpa sebuah rencana.
Zainal yang telah beruntung sejak awal, kini terlihat berbeda dengan penampilan berkelas, layaknya seorang manager yang sukses. Penampilannya begitu rapi, lengkap dengan kemeja mahal dan juga dasi, namun tetap masih taat menjalankan ibadahnya setiap saat, bahkan meski di dalam perjalanan sekalipun. Shalat masih menjadi hal yang tidak pernah ditinggalkan olehnya, meski ia sedang bertugas keluar kota, kesempatan inilah yang membuatnya banyak menyambangi masjid di sepanjang perjalanan yang dilakukannya. Seperti hari ini, ketika ia berhenti dan memasuki sebuah masjid di kawasan Puncak Bogor, di mana ia bertemu kembali dengan Ahmad sahabatnya.
Zainal begitu gembira, namun sedikit terenyuh melihat sahabatnya itu di sana. Ahmad memang berasal dari keluarga yang sangat sederhana, namun dia begitu pintar dan cerdas dibandingkan dirinya, tapi tak sekalipun Zainal berpikir bahwa sahabatnya itu akan menjadi merbot di masjid. Disapanya sahabatnya itu dengan gembira, Ahmad menyambutnya dengan tak kalah senangnya. Keduanya berpelukan dan melepas rindu.
“Kamu terlihat sangat berbeda dan berkelas, Mas, pangling aku..” ujar Ahmad sambil memandangi Zainal yang masih terlihat rapi berdasi, meski lengan kemejanya tergulung ke atas dan menyingkap jam mahal yang melingkar di pergelangannya.
“Tidak juga, biasa saja, kan..” elak Zainal sambil tersenyum pada sahabatnya itu. Hatinya iba melihat kondisi Ahmad sekarang, berbanding terbalik dengan penampilannya yang rapi. Ahmad memegang sebuah kain pel, dengan celana digulung setengah betis dan mengenakan sebuah peci yang sangat sederhana. Sesaat ia kembali mengingat kepintaran temannya itu, sebelum akhirnya menyodorkan sebuah kartu nama kepada Ahmad.
“Wah hebat kamu, Mas. Sekarang sudah jadi manager area?” ujar Ahmad sambil membaca kartu di tangannya.
“Nanti setelah saya shalat kita bicara lagi, Mad. Maaf, kalau misalnya kamu berminat untuk mencari pekerjaan yang lebih baik, di kantor saya bisa saja. Kamu bisa bekerja lebih pantas, daripada yang sekarang ini, Mad. Maaf sebelumnya..”
“Iya, nanti kita bicarakan lagi, yah. Terima kasih..” jawab Ahmad sambil tersenyum. Keduanya berpisah dan melanjutkan aktifitas. Zainal mengambil wudhu dan memikirkan kembali nasib sahabatnya itu, sementara Ahmad kembali melakukan pekerjaannya. Saat akan shalat, Zainal kembali melihat sahabatnya itu sedang sibuk bersih-bersih dan ia kembali merasa iba.
Selesai menjalankan shalat, pandangan Zainal mengitari sekelilingnya, berharap menemukan Ahmad di sana, namun seorang pemuda di belakangnya menyapanya.
“Pak, Bapak ini kenal dengan bapak Insinyur Haji Ahmad?”
“Insinyur Haji Ahmad?” ujar Zainal sedikit keheranan.
“Iya, yang barusan itu bercakap-cakap dengan Bapak.”
“Oh.. Ahmad maksudnya.. Saya kenal, dia teman sekolah saya waktu SMP. Ahmad sudah haji sekarang?”
“Sudah lama, Pak. Dari sebelum masjid ini dibangun oleh beliau.” Kalimat yang terakhir ini sontak membuat Zainal terkejut dan kebingungan, apalagi setelah anak muda itu menceritakan tentang mall dan juga hotel di daerah sana yang juga dimiliki oleh sahabatnya itu. Betapa bijaknya sahabatnya yang pintar itu, bagaimana tidak? Dengan apa yang dimilikinya, dia sedikitpun tidak memamerkan kekayaannya, akan tetapi dia hanya memamerkan kesederhanaanya. Ini adalah contoh kebaikan yang disembunyikan.
Banyak orang yang suka memamerkan kebaikan atau harta yang dimiliki olehnya dan menyembunyikan segala keburukannya. Akan tetapi pada cerita ini kita dapat belajar bukan hanya keburukan yang harus disembunyikan tetapi kekayaan dan kebaikan juga perlu untuk disembunyikan dan tidak dipamerkan.
Semoga kisah inspiratif ini dapat memberikan manfaat untuk kita agar bisa terhindar dari sifat pamer dan selalu belajar untuk menjadi orang yang lebih baik lagi. Jangan lupa baca cerita lainnya hanya di sipolos.com
No comments:
Post a Comment